« »
« »
« »
Get this widget

2.27.2011

Ujian Nasional Indonesia

Pelaksanaan Ujian Nasional di Indonesia telah dimulai sejak tahun 2004 silam, sebagai bagian dari rencana jangka panjang pemerintah meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Hal ini dapat dijumpai dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Ujian Nasional (UN) pasal 3:

Pasal 3

“Ujian Nasional bertujuan untuk mengukur dan menilai kompetensi ilmu pengetahuan dan teknologi peserta didik pada mata pelajaran yang ditentukan, dalam rangka pencapaian standar nasional pendidikan.” (Permendiknas 2005)

Pada awal pelaksanaannya mata pelajaran yang diujikan bersifat umum meliputi bahasa Indonesia, matematika dan bahasa Inggris. Namun pada tahun 2009 jumlah mata pelajaran yang diujikan meningkat menjadi enam mata pelajaran yang disesuaikan dengan penjurusan siswa (kelas Bahasa, IPA dan IPS). Begitu pun standar nilai rata-rata ditingkatkan secara bertahap dari tahun ke tahun, mulai dari 4.1 hingga sekarang rata-rata 5.5. Jika pada awalnya UN hanya diperuntukkan pada tingkat menengah atas (SMA) sekarang meliputi juga SMP dan bahkan SD.

Berdasarkan definisi awalnya UN merupakan ujian tertulis yang menjadi salahsatu faktor penentu kelulusan siswa. Sampai di sini tidak ada masalah dan telah menjadi suatu keharusan dalam sistim pendidikan modern. Permasalahan muncul ketika UN diberlakukan secara nasional dan menjadi satu-satunya faktor yang menentukan kelulusan siswa bersangkutan. Dalam argumennya pemerintah menekankan bahwa UN perlu terus dijalankan untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia agar tidak semakin tertinggal dari negara-negara lainnya, dan untuk kepentingan pemetaan pendidikan. Dalam catatan pemerintah juga disebutkan bahwa dari tahun ke tahun telah terjadi peningkatan jumlah kelulusan siswa, dan betapa ternyata UN juga terbukti telah meningkatkan semangat belajar siswa dan kualifikasi guru bersangkutan.

Sementara di sisi lain, kalangan intelektual dan tokoh pendidikan nasional kerap mengkritisi kebijakan standarisasi UN. Kritik lainnya menyangkut efek domino negative dari diberlakukannya standarisasi UN secara nasional, seperti: ditekannya kreativitas guru dan sekolah, terpinggirkannya ilmu akhlaq dan budaya, tersitanya waktu luang siswa untuk kegiatan mandiri sebagai akibat dari fokus siswa dan pihak sekolah terhadap UN semata.

Tentunya ketika kita membahas masalah kemajuan sebuah peradaban maka tidak bisa dilepaskan dari sistim pendidikan yang berlaku pada saat itu. Mulyadhi Kartanegara dan Azyumardi Azra dalam bukunya menekankan berkali-kali bahwa pendidikan adalah faktor kunci kemajuan sebuah peradaban. Secara umum sistim pendidikan yang berlaku pada masa itu dapat dibagi menjadi dua, pendidikan formal dan informal. Pendidikan formal berupa madrasah (termasuk juga jami’ah). Sedang informal meliputi perpustakaan, rumah sakit, observatorium, akademi dan halaqah.

Beberapa Kritik Tentang Ujian Nasional

Standarisasi UN dan meningkatnya nilai minimal kelulusan siswa tidak bisa dipungkiri telah meningkatkan motivasi belajar dan focus para siswa. Namun sayangnya hanya pada mata pelajaran yang diujikan. Hal ini berarti terpinggirkannya mata pelajaran non UN seperti pendidikan akhlaq dan budaya. Begitu pun metode ajar guru terpaku pada kurikulum nasional dengan hanya memberi sedikit ruang gerak bagi kreativitas guru bersangkutan. Fakta ini jelas memprihatinkan mengingat pada masa keemasan islam, kreativitas guru telah menjadi factor yang amat penting.guru bukan sekadar berperan sebagai pengajar di depan kelas, namun terutama sebagai inspirator bagi siswa untuk belajar secara mandiri. Ibn Sina ketika membicarakan masalah pendidikan menitikberatkan pada konsep self-education seperti ini.
UN juga telah menjadikan lembaga non formal menjamur dan semakin diburu para siswa.

Namun sayangnya lembaga yang marak tesebut hanya lembaga yang sekadar mengajarkan tips dan trik UN, atau lembaga pendukung lembaga formal. Hal ini menjadikan waktu luang siswa bersangkutan untuk belajar secara mandiri sesuai dengan minat dasarnya menjadi amat terkurangi. Di masa keemasan islam kita melihat bahwa lembaga pendidikan non formal yang berkembang justru tidak memiliki keterikatan dengan kurikulum lembaga pendidikan formal, dan memiliki peran sama pentingnya dengan lembaga pendidikan formal; sementara lembaga formal focus pada ilmu keagamaan, lembaga non formal justru menjadi sarana pendidikan ilmu filosofis dan praktis. UN pada akhirnya juga amat menekankan pada aspek hapalan siswa, sementara kita melihat pada masa keemasan islam metode hapalan tersebut mesti diiringi dengan debat (argumentasi) baik secara tertulis (ta’liqah) maupun lisan (jadal).

Akan halnya tujuan pendidikan bukanlah untuk sekadar memenuhi standar nilai semata (aspek kognitif), namun terutama dalam pembentukan karakter siswa. Tujuan pendidikan dalam islam secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, tujuan akhir dan antara. Tujuan antara meliputi tujuan individual (kaitan dengan pendidikan pribadi dan karakter siswa), tujuan social (hubungan siswa dengan masyarakat dan lingkungan) dan tujuan professional (kaitan dengan aktivitas dalam masyarakat dan tuntutan profesi). Sementara tujuan akhir nya adalah menciptakan pribadi-pribadi hamba tuhan yang bertaqwa. Sistim pendidikan ala Barat seperti standarisasi UN secara nasional dengan mengabaikan aspirasi dan keunikan budaya local, justru akan menciptakan split personalities dan marginal men yang terasing dan terkucil dari lingkungan dan masyarakat tempatnya bernaung dan mengabdi di kemudian hari.

Pendidikan Agama Islam Masuk Ujian Nasional (UN)

Tahun 2011 Pendidikan Agama Islam akan masuk dalam Ujian Nasional. Hal ini berdasarkan usulan dari Kementerian Agama. Dengan tujuan untuk dapat mengetahui daya serap dan pemerataan pendidikan agama Islam di seluruh wilayah. UN Agama ini hanya berlaku untuk agama Islam saja. Sedangkan agama lain belum dibuatkan aturan tersendiri dan masih menggunakan nilai ujian sekolah. (Republika Co. Id. 14/12)

Lebih lanjut, Baskara Aji selaku kepala Bidang Perencanaan dan Standarisasi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Disdikpora) DIY mengatakan 'UN PAI ini akan diberlakukan bagi siswa tingkat SMP dan SMA/SMK serta pada UASBN (Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional) SD.
Hasil nilai dari UN PAI tidak menjadi nilai mutlak yang akan dimasukkan dalam SKHUN (Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional). Namun demikian, nilai UN PAI akan digabungkan dengan nilai ujian sekolah. Setiap sekolah diminta untuk menentukan nilai minimal UN PAI untuk syarat kelulusan.

Hasil nilai UN PAI ini akan dikeluarkan secara tersendiri terlepas dari nilai pada SKHUN. Namun pola pelaksanaannya tetap sama dengan standar UN. Perlu digaris bawahi bahwa nilai UN PAI tersebut tidak akan menjadi syarat penentu kelulusan atau untuk mendaftar ke tingkat yang lebih tinggi. Meskipun begitu, Kementerian Agama akan mempertimbangkan hasil tersebut menjadi salah satu unsur bagi siswa yang ingin mendaftar di madrasah.

Kriteria Kelulusan UN 2011 Berdasarkan Peraturan Menteri pendidikan nasional Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2010

Pasal 3

Kriteria penyelesaian seluruh program pembelajaran oleh peserta didik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a adalah memiliki rapor semester 1 (satu) sampai dengan semester 6 (enam).

Pasal 4

Kriteria penentuan nilai baik untuk 4 (empat) kelompok mata pelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b ditetapkan oleh satuan pendidikan masing-masing.

Pasal 5

(1) Peserta didik dinyatakan lulus US/M SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA, SMALB, dan
SMK apabila peserta didik telah memenuhi kriteria kelulusan yang ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan perolehan Nilai S/M.
(2) Nilai S/M sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari gabungan antara nilai US/M dan nilai rata-rata rapor semester 1, 2, 3, 4, dan semester 5 untuk SMP/MTs dan SMPLB dengan pembobotan 60% (enam puluh persen) untuk nilai US/M dan 40% (empat puluh persen) untuk nilai rata-rata rapor.
(3) Nilai S/M sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di peroleh dari gabungan antara nilai US/M dan nilai rata-rata rapor semester 3, 4, dan semester 5 untuk SMA/MA, SMALB dan SMK dengan pembobotan 60% (enam puluh persen) untuk nilai US/M dan 40% (empat puluh persen) untuk nilai rata-rata rapor.

Pasal 6

(1) Kelulusan peserta didik dalam UN ditentukan berdasarkan NA.
(2) NA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari nilai gabungan antara Nilai S/M dari mata pelajaran yang diujinasionalkan dan Nilai UN, dengan pembobotan 40% (empat puluh persen) untuk Nilai S/M dari mata pelajaran yang diujinasionalkan dan 60% (enam puluh persen) untuk Nilai UN.
(3) Peserta didik dinyatakan lulus UN apabila nilai rata-rata dari semua NA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencapai paling rendah 5,5 (lima koma lima) dan nilai setiap mata pelajaran paling rendah 4,0 (empat koma nol).

Pasal 7

Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan ditetapkan oleh setiap satuan pendidikan melalui rapat dewan guru berdasarkan kriteria kelulusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

Pasal 8

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. ((Permen Pendidikan nasional Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2010)

Tidak ada komentar: